Apa yang dimaksud dengan HIV dan AIDS?
AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome, suatu
penyakit yang membuat tubuh sulit mencegah terjadinya infeksi
penyakit. Virus Human Immunodeficiency (HIV), yang menyebabkan
terjadinya penurunan kekebalan tubuh pada manusia, menyebabkan AIDS
dengan menginfeksi dan merusak sebagian dari kekebalan tubuh terhadap
penyakit, misalnya sel-sel darah putih yang dikenal dengan nama
limfosit (tipe sel darah putih dalam sistem kekebalan tubuh yang
berguna untuk menahan serbuan kuman penyakit).
HIV dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan darah atau cairan
tubuh dari seseorang yang telah terinfeksi dengan virus. Kontak tersebut
umumnya terjadi karena penggunaan jarum suntik bersama atau hubungan
seks tanpa pelindung dengan seseorang yang telah terinfeksi virus.
Seorang bayi dapat tertular HIV dari ibu yang terinfeksi.
Meskipun ada obat untuk perawatan penderita HIV dan AIDS, tidak ada
vaksin atau obat untuk menyembuhkannya. Akan tetapi ada beberapa hal
yang dapat Anda lakukan untuk mencegah Anda dan anak-anak Anda
terjangkit penyakit ini.
Apa yang Dilakukan HIV Pada Tubuh?
Virus ini menyerang limfosit tertentu yang di sebut sel-sel pembantu T
(juga dikenal dengan nama sel-T), mengambil alih, dan menggandakan
dirinya. Penggandaan ini akan menyebabkan hancurnya lebih banyak sel-T,
yang berakibat rusaknya kemampuan tubuh untuk menahan serbuan kuman
dan penyakit.
Saat jumlah sel-T menurun sampai ke tingkat yang paling rendah,
orang-orang yang mengidap HIV menjadi lebih mudah terkena infeksi dan
mereka biasanya menderita sejenis kanker yang dalam keadaan normal dapat
dilawan oleh tubuh yang sehat. Kekebalan tubuh yang menurun ini (atau
berkurangnya kekebalan tubuh) dikenal dengan nama AIDS dan dapat
berkembang menjadi infeksi berat yang mengancam jiwa, berbagai jenis
kanker, dan melemahnya sistem syaraf. Meskipun AIDS selalu merupakan
akibat dari infeksi virus HIV, tidak semua orang yang mengidap HIV
mengalami AIDS. Bahkan, orang dewasa yang terinfeksi HIV dapat kelihatan
sehat wal’afiat selama bertahun-tahun sebelum mereka terkena AIDS.
Seberapa Sering HIV dan AIDS Terjadi?
Kasus pertama terjadinya AIDS dilaporkan pada tahun 1981, akan tetapi
penyakit ini mungkin saja telah ada bertahun-tahun sebelum itu tanpa ada
catatan. Infeksi HIV yang menyebabkan terjadinya AIDS telah menjadi
penyebab terjangkitnya penyakit dan terjadinya kematian pada anak-anak,
remaja dan orang dewasa usia muda di seluruh dunia. AIDS berada di
urutan ke enam sebagai penyebab kematian untuk rentang usia 15 sampai 24
tahun di Amerika Serikat sejak tahun 1991.
Pada beberapa tahun terakhir, angka penularan AIDS meningkat dengan amat
cepat diantara remaja dan orang dewasa muda. Setengah dari seluruh
penularan HIV di Amerika Serikat terjadi pada pada orang-orang yang
berusia dibawah 25 tahun; ribuan remaja terinfeksi HIV untuk pertama
kali setiap tahunnya. Sebagian besar kasus HIV pada orang-orang yang
berusia muda ditularkan melalui hubungan seks tanpa pelindung;
sepertiganya disebabkan oleh penggunaan obat-obatan terlarang secara
bergantian menggunakan jarum yang kotor dan terkontaminasi darah yang
terinfeksi HIV.
Pada anak-anak, sebagian besar kasus AIDS dan hampir semua infeksi HIV
baru diakibatkan oleh penularan virus HIV dari ibu ke anaknya pada masa
kehamilan, kelahiran, atau melalui air susu.
Untungnya, obat-obatan yang saat ini diberikan pada wanita hamil yang
positif mengidap HIV telah mengurangi jumlah penularan dari ibu ke anak
secara signifikan di Amerika. Obat-obatan ini (seperti akan dijabarkan
secara mendetil pada bab Pengobatan dalam artikel ini) juga digunakan
untuk memperlambat atau mengurangi efek dari penyakit ini pada
orang-orang yang telah terinfeksi. Sayangnya, obat-obatan ini tidak
tersedia secara luas di dunia, terutama di negara-negara miskin yang
paling terpuruk sebagai akibat dari terjangkitnya epidemi ini.
Menyediakan akses ke pengobatan yang dapat menyelamatkan jiwa ini telah
menjadi isu yang memiliki kepentingan global.
Bagaimana HIV Ditularkan?
HIV ditularkan melalui kontak
langsung dengan darah atau cairan tubuh dari seseorang yang telah
terinfeksi dengan virus HIV.
Ada tiga cara dimana virus HIV ditularkan pada anak-anak
yang masih muda usia, yaitu:
Saat bayi berkembang di dalam rahim ibunya (intrauterine)
Saat kelahiran
Saat menyusu ASI
Pada penderita usia remaja, virus biasanya ditularkan melalui perilaku yang berisiko tinggi, seperti:
Hubungan seks tanpa pelindung (baik secara oral, melalui vagina atau secara anal)
Penggunaan jarum suntik secara bergantian untuk menyuntikkan narkoba
atau bahan-bahan lain (termasuk juga jarum terkontaminasi yang digunakan
untuk menyuntikkan steroid dan membuat tato pada tubuh)
Pada kasus yang sangat jarang terjadi, HIV juga ditularkan melalui
kontak langsung dengan luka pada tubuh seseorang yang telah terinfeksi
(virus dapat masuk melalui luka potong atau luka gores pada tubuh
seseorang yang sehat) dan juga melalui transfusi darah. Sejak 1985,
persediaan darah di Amerika Serikat telah melalui pemeriksaan untuk
menghindari adanya darah yang terinfeksi HIV.
Tanda dan Gejala HIV
Meskipun mungkin tidak terdapat tanda-tanda fisik pada infeksi HIV yang
terjadi saat kelahiran, tanda-tanda infeksi bisa terlihat pada 2 atau 3
bulan setelah seorang anak dilahirkan. Anak-anak yang terlahir dengan
HIV bisa terkena infeksi oportunistik.
Seorang bayi yang terlahir dengan kondisi terinfeksi HIV akan kelihatan
sehat wal’afiat. Tetapi kadang-kadang, antara 2 sampai 3 bulan setelah
kelahirannya, bayi yang terinfeksi akan mulai kelihatan
sakit-sakitan, dengan pertambahan berat badan yang kurang, infeksi
jamur di mulut yang kerap kali terjadi (trush – sariawan), limpa yang
bengkak dan membesar, pembesaran hati atau limpa, masalah dengan
sistem syaraf, infeksi berbagai jenis bakteri, termasuk juga radang
paru-paru (pneumonia).
Para remaja dan orang dewasa muda yang terinfeksi HIV biasa tidak
menunjukkan tanda-tanda pada saat mereka terinfeksi. Bahkan, terkadang
gejala-gejalanya baru kelihatan setelah 10 tahun atau lebih. Selama
masa tersebut, mereka dapat menularkan virus tanpa mereka sendiri
mengetahui bahwa mereka mengidap virus tersebut. Segera setelah gejala
AIDS terlihat, penderita dapat kehilangan berat badan secara drastis,
merasakan kelelahan yang sangat, mengalami pembengkakan limpa, diare
berkepanjangan, berkeringat di malam hari, atau pneumonia. Mereka juga
akan sangat rentan terkena infeksi yang dapat mengancam hidup mereka.
Ada 3 fase gejala HIV
Fase 1 :
Tidak ada gejala. Pada tahap awal HIV, gejalanya tidak kelihatan.
Seseorang dapat saja mengidap AIDS selama bertahun-tahun tanpa
menyadarinya. Tes darah oleh dokter akan menunjukkan antibodi setelah
mereka terbentuk dalam rangka melawan virus AIDS, tapi perlu waktu
tiga bulan sebelum antibodi tersebut terbentuk. Artinya bila Anda
melakukan tes darah segera setelah Anda berhubungan seks, virusnya belum
akan kelihatan sampai tiga bulan yang akan datang.
Fase 2 : Sakit
yang tidak terlalu parah. Pada tahap ini, virus berkembang di dalam
sel darah putih dan menghancurkannya. Saat hampir seluruh sel telah
dihancurkan, sistem kekebalan juga ikut hancur dan tubuh akan menjadi
lemah. Beberapa gejala yang mungkin akan kelihatan adalah : penderita
mulai merasa lelah, berat badan turun. Mereka mungkin akan terkena
sakit batuk, diare, demam atau berkeringat di malam hari. Pengidap HIV
yang terkena selesma akan lebih terancam jiwanya dibandingkan orang
lain yang tidak mengidap HIV.
Fase 3:
Sakit parah. Pada saat ini, virus AIDS telah hampir menghancurkan
sistem kekebalan tubuh. Tubuh akan mengalami kesulitan untuk melawan
bakteri. Selain itu, penderita juga dapat terkena sejenis kanker yang
disebut Sarkoma Kaposi. AIDS tidak membunuh penderitanya, tapi infeksi
penyakit lainnya dan kankerlah yang melakukannya.
Diagnosis Terhadap Infeksi HIV dan AIDS
Setiap wanita hamil harus
menjalani tes HIV agar pencegahan penularan dari ibu ke anak dapat
dilakukan lebih dini. Meskipun wanita tersebut telah memiliki anak
sebelumnya dan anak-anak tersebut kelihatan sehat, mereka dapat saja
terinfeksi HIV apabila wanita tersebut telah positif mengidap HIV pada
saat mereka lahir. Tes darah diperlukan untuk memastikan hal
tersebut.
Meskipun demikian, bila seorang
bayi baru saja dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HIV, tidak ada cara
yang pasti untuk mangetahui apakah bayi tersebut terinfeksi virus
HIV. Hal ini dikarenakan bila sang ibu terinfeksi, tes ELISA yang
dilakukan untuk memeriksa adanya antibodi HIV yang terdapat dalam
darah bayi yang baru lahir hampir selalu menunjukkan tanda positif,
karena darah bayi yang baru lahir akan mengandung antibodi HIV yang
dibawa dari ibu yang terinfeksi HIV (melalui plasenta) meskipun bayi
tersebut belum tentu terinfeksi HIV. Bayi-bayi ini mungkin akan tetap
memiliki kandungan antibodi HIV yang positif sampai 8 bulan setelah
kelahiran mereka, meskipun mereka tidak terinfeksi.
Anak yang terinfeksi HIV dari ibu
mereka akan mulai membangun antibodi HIV sendiri dan biasanya akan
menunjukkan hasil HIV positif setelah mereka berusia 18 bulan.
Anak-anak yg usianya lebih tua,
remaja dan orang dewasa tes dilakukan untuk mencari infeksi HIV dengan
menggunakan tes darah yang dikenal dengan nama tes ELISA
(enzyme-linked immunoabsorbent assay), yang mendeteksi adanya antibodi
HIV dalam darah. Antibodi adalah sejenis protein yang diproduksi oleh
tubuh sebagai merespons terhadap infeksi HIV. Seseorang yang memiliki
antibodi terhadap HIV disebut sebagai positif HIV. Bila hasil tes
ELISA menunjukkan hasil positif maka hasil tersebut selalu ditegaskan
dengan tes lain yang disebut Western blot. Bila kedua tes ini hasilnya
positif, maka pasien tersebut hampir pasti terinfeksi dengan virus
HIV.
Diagnosis yang paling akurat dari infeksi HIV pada anak-anak usia belia
datang dari hasil tes yang menunjukkan adanya virus tersebut (bukan
antibodi HIV-nya) dalam tubuh. Tes-tes ini termasuk juga kultur virus
HIV dan PCR (polymerase chain reaction), suatu tes darah yang mencari
adanya DNA virus HIV.
Dapatkah Anak Kecil Menularkan HIV?
Di seluruh Amerika Serikat, hanya ada sedikit kasus yang dilaporkan,
dimana infeksi HIV ditularkan dari seorang anak pada orang lain.
Kasus-kasus tersebut melibatkan adanya kontak langsung antara darah
penderita dengan penghuni rumah yang lain. Kotoran khas bayi (urine,
ludah, gumoh, muntah, feses, dll) tampaknya tidak menularkan virus,
sehingga perawatan rutin untuk bayi yang terinfeksi HIV dianggap aman.
Meskipun ada kekhawatiran yang menyebar luas, tidak ada laporan
penularan virus HIV di dalam sekolah atau lokasi tempat penitipan anak.
Karena bahaya penularan HIV harus melibatkan adanya kontak langsung
dengan darah, karyawan yang bekerja di sekolah-sekolah dan tempat
penitipan anak harus secara rutin menggunakan sarung tangan saat
menangani anak yang terluka gores, terpotong atau berdarah.
Penularan HIV Pada Para Remaja
Pada usia remaja, penyebaran HIV yang terjadi sebagian besar disebabkan
oleh hubungan seks tanpa menggunakan pelindung dengan orang yang
terinfeksi atau penggunaan jarum suntik secara bergantian. Pendidikan
seks terhadap anak-anak dan remaja sangatlah penting untuk membantu
pencegahan HIV melalui penularan secara seksual, selain juga memberikan
pengetahuan mengenai penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual
(Penyakit Manular Seksual/PMS), termasuk klamidia, herpes kelamin,
gonore, hepatitis B, sifilis, and kutil kelamin (genital warts). Banyak
PMS yang menyebabkan iritasi, rasa sakit, atau bisul pada kulit dan
selaput lendir yang dapat dimasuki oleh virus. Pengidap PMS, seperti
contohnya herpes kelamin, telah terbukti memiliki risiko yang lebih
tinggi untuk terinfeksi HIV bila orang tersebut melakukan hubungan
seksual tanpa menggunakan pelindung dengan seseorang yang positif HIV.
Virus HIV akan mati dengan cepat jika berada diluar tubuh manusia. Virus
tersebut tidak dapat ditularkan melalui kontak sosial biasa atau
sehari-hari saja. Anggota keluarga juga tidak akan terkena virus saat
mereka menggunakan gelas minum yang dipakai oleh si penderita. Belum ada
kasus dimana anak yang terinfeksi HIV menularkan virusnya ke anak
lain didalam lingkungan sekolah.
HIV tidak dapat ditularkan melalui:
bersin
batuk
gigitan nyamuk atau serangga lain
gagang pintu, gagang telepon
makan, minum bersama
peralatan makan/minum
menggunakan wc/toilet bersama
berenang bersama
bergantian pakaian, handuk, saputangan
bersentuhan, berjabat tangan.
berpelukan, berciuman
hidup serumah hubungan sosial lainnya
Infeksi oportunistik
Infeksi oportunistik (infeksi yang terjadi saat sistem kekebalan tubuh
seseorang tengah mengalami penurunan) adalah komplikasi yang sangat
sering terjadi pada pengidap HIV/AIDS. Orang dewasa pengidap HIV/AIDS
dapat saja terkena infeksi dari bakteri yang pada kondisi normal tidak
akan menyebabkan orang yang sehat menjadi sakit (contohnya
cryptococcus). Para pengidap AIDS (terutama anak-anak) dapat menderita
infeksi biasa dengan dampak yang lebih dahsyat, seperti salmonella
(sejenis bakteri yang menyebabkan terjadinya diare) dan cacar air. Pada
anak-anak pengidap HIV, infeksi oportunistik dan kondisi seperti di
bawah ini sering kali terjadi:
· Infeksi virus, seperti lymphoid interstitial pneumonia (LIP), virus herpes simplex , dan infeksi sitomegalovirus
· Infeksi parasitis, seperti PCP, penyakit
radang paru yang disebabkan oleh Pneumocystis carinii, sejenis parasit
mikroskopis yang tidak dapat dilawan oleh tubuh yang sistem
kekebalannya rendah, dan toksplasmosis
· Infeksi bakteri yang serius, seperti bakteri meningitis, tuberkulosis, dan salmonellosis
· Infeksi jamur seperti esophagitis (inflamasi pada esophagus), dan kandidiasis atau thrush (yeast infection)
Komplikasi lain
Anak-anak pengidap HIV juga memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
terkena kanker karena sistem kekebalan tubuh mereka yang lemah. Limfoma
yang dihubungkan dengan infeksi EBV sering terjadi pada anak-anak
pengidap HIV dengan usia yang lebih tua.
Kondisi yang paling sulit untuk diobati pada anak-anak pengidap HIV atau
AIDS adalah sindrom wasting (ketidakmampuan untuk menjaga berat badan
untuk tetap stabil karena hilangnya selera makan dalam jangka panjang
dan infeksi lain yang berhubungan dengan penyakit HIV) dan
ensefalopati HIV (karena infeksi HIV pada otak yang menyebabkan
pembesaran dan pada akhirnya merusak jaringan otak). Ensefalopati HIV
menyebabkan terjadinya demensia HIV, terutama pada orang dewasa.
Sindrom wasting terkadang dapat diatasi dengan konseling gizi dan
asupan suplemen berkalori tinggi setiap hari, tapi mencegah terjadinya
ensefalopati HIV tetap sulit untuk dilakukan.
Pengobatan AIDS dan HIV
Para ahli terus berusaha untuk menemukan penyembuhan untuk infeksi virus
AIDS. Ada tiga hal yang harus dilakukan dalam rangka penemuan obat
tersebut. Ketiga hal tersebut adalah:
Menemukan obat yang dapat membunuh HIV segera stelah virus tersebut masuk ke dalam tubuh.
Menciptakan vaksin yang dapat mencegah terjangkitnya penyakit.
Memberikan edukasi pada orang-orang di seluruh dunia mengenai bahaya AIDS dan bagaimana mencegah penularan HIV.
Ada dua kemajuan besar dalam hal
perawatan pengidap HIV/AIDS selama 20 tahun terakhir. Pertama adalah
adanya obat-obatan yang dapat menghambat virus, mencegah atau
memperlambat terjadinya AIDS dan membuat orang-arang yang terinfeksi
HIV dapat terbebas dari gejala AIDS lebih lama. Kedua adalah adanya
pengobatan yang telah terbukti sangat penting dalam mengurangi
penularan virus dari ibu pengidap HIV pada anaknya.
Pengobatan dengan obat-obatan
Setelah pengetahuan bidang
kedokteran tentang bagaimana cara virus memasuki tubuh dan
menggandakan dirinya di dalam sel, semakin banyak, obat-obatan untuk
menghambat perkembangan dan memperlambat penyebaran virus dapat
dibuat. Perawatan dengan obat untuk HIV/AIDS sangatlah kompleks dan
mahal harganya, akan tetapi pengobatan ini sangat efektif untuk
memperlambat pembelahan (reproduksi) virus dan mencegah atau
mengurangi beberapa efek yang diakibatkan oleh penyakit ini.
Obat-obatan yang digunakan untuk merawat pasien dengan HIV/AIDS
menggunakan setidaknya tiga strategi dibawah ini, yaitu:
· Mengganggu reproduksi materi genetik dari virus HIV (obat-obatan ini
diklasifikasikan sebagai nucleoside atau nucleotide anti-retrovirals)
· Menggangu produksi enzim yang dibutuhkan oleh virus HIV untuk
memasuki sel-sel tertentu dalam tubuh (ini disebut protease
inhibitors)
· Mengganggu kemampuan virus HIV untuk membungkus materi genetiknya
dengan viral code – yaitu, kode genetik yang dibutuhkan HIV untuk dapat
mereproduksi dirinya (ini disebut non-nucleoside reverse transcriptase
inhibitors [NNRTIs] )
Karena obat-obatan ini bekerja
dengan cara yang berbeda-beda, para dokter biasanya meresepkan
“racikan kombinasi” dari obat-obatan ini yang harus diminum setiap
hari. Terapi ini dikenal sebagai terapi HAART (HAART singkatan dari
highly active antiretroviral therapy – terapi antivirus aktif). Salah
satu obat dalam perawatan penderita HIV/AIDS adalah zidovudin/
azidotimidin (AZT/retrovir) yang termasuk nucleoside reverse
transcriptase inhibitors (NRTIs). Para dokter juga bisa meresepkan
obat-obatan untuk mencegah infeksi oportunistik tertentu seperti
beberapa antibiotik yang dapat mencegah terjadinya PCP, terutama pada
anak-anak.
Meskipun ada sejumlah obat yang
dapat digunakan untuk merawat infeksi HIV dan memperlambat terjadinya
AIDS, apabila tidak digunakan secara tepat sesuai aturan, virus HIV
dapat dengan cepat menjadi resisten terhadap racikan obat-obatan
tersebut. Virus HIV sangat mudah beradaptasi dan dapat menemukan jalan
untuk mengelabui terapi medis yang tidak dilakukan dengan tepat. Hal
ini berarti bahwa bila obat-obatan yang diresepkan tidak dimakan pada
saat yang tepat setiap hari, dengan cepat obat-obatan tersebut tidak
akan mampu lagi menahan HIV untuk bereproduksi dan mengambil alih
sel-sel tubuh. Bila hal ini terjadi, terapi baru harus dibuat dengan
menggunakan obat-obatan baru yang berbeda. Dan bila racikan
obat-obatan ini tidak digunakan dengan tepat, virus HIV juga akan
menjadi resisten terhadap obat-obatan tersebut sehingga pada akhirnya
penderita akan kehabisan pilihan terapi pengobatan bagi dirinya.
Disamping kesulitan untuk membuat
anak-anak kecil memakan obat mereka sesuai jadwal, obat-obatan juga
menghadirkan masalah lain. Ada obat-obat tertentu yang menyebabkan
efek samping yang tidak mengenakkan, seperti rasa yang pahit, atau ada
juga obat yang hanya ada dalam bentuk pil, yang mungkin sulit untuk
ditelan oleh anak-anak. Para orang tua yang harus memberikan
obat-obatan ini pada anak-anak mereka harus bertanya pada dokter atau
petugas farmasi bagaimana cara yang paling mudah untuk memakan obat
tersebut.
Karena jumlah obat yang
dijabarkan pada tulisan di atas masih terbatas, para dokter
mengkhawatirkan bahwa bila anak-anak tersebut tidak memakan obat
mereka sesuai resep (walaupun hanya ketinggalan beberapa kali), virus
HIV pada akhirnya akan menjadi resisten terhadap pengobatan HIV yang
ada sehingga membuat pengobatan makin sulit atau bahkan mustahil untuk
dilakukan. Karena itu keharusan untuk memakan obat seperti yang
diresepkan harus dilipatgandakan. Salah satu pesan paling penting yang
harus diingat oleh para orang tua atau pengasuh untuk anak pengidap HIV
adalah anak harus selalu memakan obat-obatan dengan teratur, pada
saat yang tepat sesuai dengan yang diresepkan oleh dokter. Hal ini
mungkin memang sulit dilakukan, akan tetapi banyak tim pendukung
keluarga dengan HIV/AIDs dan penyedia jasa pengobatan yang telah
berpengalaman yang dapat membantu keluarga tersebut dengan petunjuk
praktis untuk membantu mereka agar dapat sukses dalam menjalani
tantangan yang mereka hadapi dari hari ke hari.
Pengobatan untuk melawan HIV memang mahal harganya. Salah satu tantangan
terbesar yang dihadapi oleh orang-orang, keluarga, komunitas dan
negara saat ini adalah bagaimana cara membuat obat-obatan ini tersedia
dengan mudah bagi semua yang membutuhkannya.
Mencegah Penularan HIV dari Ibu ke Anak
HIV dapat ditularkan dari seorang perempuan yang terinfeksi HIV kepada bayinya:
Selama kehamilan
Saat persalinan
Saat menyusui
Bila seorang wanita hamil yang terinfeksi HIV mendapatkan pengobatan
yang baik secara dini dan mendapatkan pengobatan antivirus secara
teratur selama kehamilannya, kemungkinan ia menularkan HIV pada bayinya
yang belum lahir akan berkurang dengan drastis.
Tidak semua bayi yang dilahirkan perempuan yang HIV-positif tertular
HIV. Waktu si bayi tumbuh dalam kandungan, darah ibu dan bayinya menjadi
sangat dekat- tetapi biasanya tidak bercampur. Bila 100 ibu yang
terinfeksi HIV masing-masing melahirkan satu bayi, rata-rata 30 bayi
akan tertular HIV. Rata-rata virus akan ditularkan pada lima bayi selama
kehamilan, 15 lagi pada saat persalinan, dan sepuluh bayi lagi
setelah lahir melalui ASI.
Karena itu penting sekali bagi setiap wanita yang hamil dan mengetahui
bahwa ia positif HIV untuk memulai perawatan prenatal sesegera mungkin
untuk mendapatkan keuntungan dari pengobatan tersebut lebih awal.
Lebih cepat si calon ibu menerima pengobatan, lebih besar kemungkinan
bayinya tidak tertular HIV.
Seorang ibu yang terinfeksi HIV akan menerima terapi medis sebagai berikut:
· Sebelum kelahiran bayinya. Terapi antivirus yang diberikan ke calon
ibu pada trimester ke tiga dapat membantu mencegah penularan HIV pada
bayinya.
· Pada saat kelahiran. Pengobatan antivirus dapat diberikan pada ibu dan
anak yang baru lahir untuk mengurangi risiko penularan HIV yang dapat
terjadi selama proses kelahiran (karena pada saat itu bayi akan
terpapar pada darah dan cairan ibunya); sebagai tambahan, si ibu akan
disarankan untuk memberikan susu formula bukan ASI pada bayinya karena
HIV dapat ditularkan ke bayi melalui ASI.
· Selama menyusui. Karena pemberian ASI tidak disarankan untuk ibu-ibu
yang terinfeksi HIV, penularan ini jarang terjadi di Amerika Serikat.
Meskipun demikian, di tempat-tempat lain di seluruh dunia dimana susu
formula mungkin tidak tersedia, ibu dan anaknya akan diberikan terapi
pengobatan untuk mengurangi risiko penularan HIV pada anak yang disusui
ASI.
Dimasa lalu, sebelum pengobatan antivirus rutin diberikan, hampir 25%
anak-anak yang lahir dengan ibu yang terinfeksi HIV terjangkit penyakit
dan meninggal pada usia 24 bulan. Studi yang dilakukan belakangan ini
menunjukkan bahwa pada ibu-ibu pengidap HIV atau AIDS yang mendapatkan
perawatan prenatal dan secara rutin mengkonsumsi obat antivirus
selama kehamilannya, risiko penularan HIV ke bayinya hanya 5%. Bila
bayi-bayi ini tertular virus HIV, mereka cenderungan memiliki muatan
virus yang rendah (jumlah virus HIV di dalam tubuh mereka lebih
sedikit) pada saat kelahirannya dan memiliki kesempatan untuk hidup
lebih lama tanpa terjangkit penyakit.
Pengobatan Jangka Panjang untuk Anak-anak Pengidap HIV/AIDS
Kasus penularan HIV dan AIDS pada anak-anak sangatlah rumit dan harus
dikelola oleh perawat kesehatan yang profesional dan berpengalaman.
Anak-anak perlu mendapatkan terapi sesuai jadwal yang harus dimonitor
dengan ketat dan disesuaikan secara terus menerus dengan teratur.
Pemberian obat-obatan diatur sesuai dengan muatan virus yang terdapat
dalam tubuh anak. Kesehatan si anak juga harus dimonitor dengan
pengukuran secara berkala terhadap kandungan sel-T karena sel-sel inilah
yang dihancurkan oleh virus HIV. Jumlah sel-T yang tinggi merupakan
tanda positif bahwa terapi medis yang dilakukan berhasil mengendalikan
virus.
Anak-anak seringkali harus mengunjungi penyedia jasa kesehatan mereka
untuk periksa darah, melakukan pemeriksaan fisik, dan berdiskusi
mengenai bagaimana mereka dan keluarganya mengatasi tekanan yang
diterima sehubungan dengan penyakit yang mereka derita. Imunisasi yang
biasa dilakukan pada kunjungan rutin dapat berbeda untuk anak-anak
pengidap HIV/AIDS. Bila sistem kekebalan tubuh si anak sudah sangat
rendah, ia tidak akan menerima vaksin dengan virus hidup, termasuk
vaksin measles-mumps-rubella (MMR) dan varisela (cacar air). Imunisasi
rutin lainnya akan diberikan seperti biasa dan vaksin influenza tahunan
yang rutin juga direkomendasikan untuk diberikan.
Bila suatu keluarga membutuhkan bantuan darurat di rumah sakit, para
orang tua harus memberitahukan pada suster yang merawat anak tersebut
bahwa ia mengidap HIV; ini akan memberikan peringatan pada paramedis
untuk meneliti kemungkinan adanya tanda-tanda infeksi oportunistik dan
menyediakan terapi pengobatan terbaik yang dapat diberikan.
Masa Depan Penderita HIV dan AIDS
Tidak ada obat yang diketahui dapat menyembuhkan HIV atau AIDS. Meskipun
terapi yang ada saat ini dapat memperlambat perkembangan penyakit
HIV, harapan hidup masih berkurang secara signifikan. Anak-anak yang
tertular HIV pada saat kelahirannya, cepat atau lambat akan menderita
AIDS dan cenderung mendapatkan komplikasi yang lebih serius daripada
orang dewasa yang mengidap virus yang sama. Saat ini, hanya sedikit
anak-anak yang terinfeksi virus HIV saat kelahirannya yang dapat hidup
hingga dewasa, meskipun banyak sekali kemajuan yang telah dibuat
untuk perawatan dan penelitian AIDS.
Meskipun anak-anak, remaja dan orang dewasa pengidap HIV pada akhirnya
akan menderita sakit, kemajuan medis dewasa ini dapat memperpanjang
usia mereka. Perawatan dengan obat dapat membuat orang yang hidup
dengan HIV dapat bebas dari gejala-gejalanya lebih lama dan dapat
memperbaiki kualitas hidup orang yang hidup dengan AIDS. Proses
pencarian untuk vaksin yang dapat mencegah infeksi HIV masih terus
dilakukan. Akan tetapi meskipun vaksin tersebut sudah mulai dibuat,
kelihatannya masih akan makan waktu lama untuk bisa digunakan. Karena
itulah maka pencegahan HIV masih menjadi topik yang sangat penting di
seluruh dunia sampai saat ini.
Penanggulangan HIV dan AIDS
Meskipun telah banyak penelitian dilakukan, vaksin untuk mencegah
penularan HIV masih belum ditemukan. Hanya menghindari perilaku yang
berisiko saja yang dapat mencegah penularan tersebut. Diantara orang
dewasa dan remaja di Amerika Serikat, penularan HIV hampir selalu
merupakan akibat dari kontak seksual dengan seseorang yang telah
terinfeksi atau penggunaan jarum suntik yang telah terkontaminasi virus.
Penularan dapat dicegah dengan cara tidak menggunakan jarum suntik
secara bergantian dengan orang lain, menjauhi hubungan seks, atau tidak
melakukan hubungan seks baik secara oral, melalui vagina atau secara
anal.
Risiko dapat secara substansial berkurang bila selalu menggunakan kondom
lateks untuk semua jenis hubungan seksual, dan menghindari kontak
langsung dengan darah, sperma, cairan vagina dan ASI dari orang yang
telah terinfeksi.
Menghindari penggunaan alkohol dan narkoba juga merupakan kunci dalam
penanggulangan penyebaran HIV – bukan karena seseorang tidak dapat
tertular HIV secara langsung dari minuman dan penggunaan narkoba, akan
tetapi karena penggunaan minuman keras dan narkoba seringkali berujung
pada perilaku yang berisiko tinggi yang dihubungkan dengan
meningkatnya risiko penularan (seperti melakukan hubungan seksual
tanpa pelindung dan menggunakan jarum suntik secara bergantian).
Media yang paling penting dalam pencegahan HIV/AIDS pada bayi adalah
dengan melakukan tes HIV pada semua wanita hamil. Bila hasilnya positif,
pengobatan dapat segera dilakukan sebelum si bayi lahir untuk
mencegah terjadinya penularan HIV.
Risiko AIDS meningkat dengan cara:
Bertambahnya pasangan seksual
Penggunaan jarum suntik yang tidak steril (penularan virus masuk melalui pembuluh darah)
Berhubungan seksual melalui lubang dubur (anal)
Perilaku seksual apapun (melalui mulut, dubur atau vagina) tanpa kondom
Minum alkohol atau obat-obatan (konsumsi alkohol atau obat-obatan
lainnya menyebabkan kita terdorong untuk melakukan seks tanpa
menggunakan kondom)
Tattoo tubuh atau body piercing dengan jarum atau alat yang tidak steril atau terkontaminasi
Membicarakan soal HIV dan AIDS pada Anak Anda
Berbicara mengenai HIV dan AIDS berarti juga berbicara mengenai perilaku
seksual – dan bukanlah suatu hal yang mudah bagi para orang tua untuk
membicarakan soal perasaan dan perilaku seksual pada anak-anak mereka
yang berusia remaja. Seperti juga para orang tua, para remaja juga
tidak terlalu mudah untuk terbuka atau mempercayai bahwa hal-hal
seperti HIV dan AIDS dapat mempengaruhi kehidupan mereka.
Para dokter dan penasehat medis
menganjurkan pada para orang tua untuk mencari pengetahuan
sebanyak-banyaknya dan merasa nyaman dalam membahas masalah seks dan
berbagai masalah seperti yang telah disebutkan di atas dengan
anak-anak, bahkan sebelum mereka memasuki masa remaja. Karena
bagaimanapun, masalah-masalah tersebut menyangkut pengertian mengenai
tubuh dan seksualitas, bagaimana hidup sehat, menghormati orang lain dan
berbagi perasaan merupakan topik yang sangat penting untuk semua umur
(meskipun bagaimana cara orangtua bicara pada anak mereka akan
bervariasi tergantung pada usia anak dan kemampuan mereka untuk
mengerti). Komunikasi secara terbuka dan keahlian untuk menjadi
pendengar yang baik sangat penting untuk para orang tua dan juga
anak-anak.
Pihak sekolah juga dapat membantu menyediakan informasi sesuai usia
mengenai HIV/AIDS yang dibuat untuk memberikan edukasi pada anak-anak
mengenai penyakit ini. Studi menunjukkan bahwa edukasi seperti ini dapat
membuat perbedaan yang sangat besar dalam menghentikan perilaku yang
berisiko tinggi pada orang-orang muda usia.
Orangtua yang memiliki informasi mengenai bagaimana mencegah HIV dan
berbicara secara reguler dengan anak-anak mereka tentang kebiasaan hidup
yang sehat, perasaan dan seksualitas, memainkan peran yang sangat
penting dalam penanggulangan HIV/AIDS. |